Kesetiaan yang sebenarnya adalah Selamanya
Oleh: Nata Warga
Kemarin hari ulang tahun perkawinan kami yang ke 3, tiba-tiba istriku mengatakan, kalau aku naik pesawat, dan pesawatnya jatuh seperti kejadian adam air, dan aku meninggal, kira-kira apa yang akan kamu lakukan sayang… istri saya sendiri mengatakan bahwa; dugaan dia, saya akan menjual harta benda, pergi menyendiri, si eggy (anak kami; Ganthar) akan di titip ke orang tua, dan mungkin juga akan pergi mengajar Gantharwa, meneruskan perjuangan Bapak. Saya lantas tersenyum sambil tertawa, he…he…he..he…, “kalau kawin lagi gimana?, iseng saya memancing. Latas dengan cepat istri saya menjawab; “tidak boleh”, walaupun kamu sudah meninggal, saya balik bertanya. “iya” pokoknya tidak boleh” jawab dia.
Diskusi kecil ini berlalu begitu saja, namun ini telah membuat saya yakin lagi, bahwa di dunia ini tidak ada wanita yang mau di mau madu, baik secara fisik maupun secara mental. Maka ini menyakinkan saya juga bahwa poligami itu tidak benar, bahkan saya bisa katakan adalah poligami suatu tindakan penjajahan terhadap wanita, sama halnya memiliki budak yang tentunya tidak akan rela secara fisik maupun mental terhadap tuannya walaupun dia mau bekerja. Ini juga membuat saya, harus selalu setia sampai mati, apapun yang terjadi selama masa kehidupan ini.
Kesetiaan, suatu kata yang gampang terucap namun menjadi tanggung jawab yang tidaklah sederhana (saya tidak mengatakan berat). Hal ini mengingatkan aku pada sosok seorang Joko Lelono yang dikagumi. Saya pernah bertanya kepada beliau suatu saat; “Pak… bagaimana bapak bisa mencapai tingkat spiritual yang tinggi seperti ini?”. Seperti biasa, bapak selalu nyegir dan bertanya ulang, “kenapa mas?”. Enggak, hanya ingin meniru jejak bapak aja, kalau mampu,” saya balik menjawab.
“Seorang manusia dihadapan Allah tidaklah dilihat kemampuannya atau talentanya, telenta untuk dikembangkan namun bukan menunjukan kemampuan, banyak talenta atau sedikit tidak menjadi masalah, yang terpenting sekali pertama adalah Kemauan, lantas ukuran kwalitas dan perkembangan spiritual atau kwalitas yang dilihat oleh Allah, apakah Kamu Setia atau tidak, dan kesetiaan itu haruslah selamanya, bukan hanya pada saat sekarang kamu hidup tapi SELAMANYA.” Kira-kira singkat Bapak Joko mejelaskan.
Lanjutnya; “maka termasuk mas menerima “Paten”, itu adalah akan di pertanggung jawabkan, karena sebelumnya mas telah ditanya untuk Setia Selamanya. Maka pemakaian Paten itu tergantung pembinaan mentalitas atau spiritual mas, bisa setia sampai selamanya tidak, cara diteksinya sederhana, kalau mas memakai paten dan macet, maka unsure kesetiaan selamanya di pertanyakan. Maka Saya sebenarnya ingin memberikan Paten pada semua Kadang, namun hanya sebatas “Lisensi” dulu, karena memang masalah kesetiaan selamanya inilah yang menjadi factor utama dalam penyerahan Paten ini.
Demikian sepenggal pembicaraan dalam dua dimensi yang berbeda mengenai kesetiaan.
Apakah AKU sudah SETIA?
Mari merenungkan.