Sungguh Adakah Takdir…???
Oleh Nata Warga
Kejadian bencana alam dan kecelakaan yang banyak terjadi di sekitar kita, khususnya Negara kita belakangan ini telah banyak menelan korban. Bahkan ada yang meramalkan akan adanya bencana dan kecelakaan yang lebih dahsyat dari yang sekarang terjadi.
Lalu pertanyaan muncul di hadapan kita apakah ini adalah takdir dari Allah? dan sering di sampaikan oleh para penasehat spiritual bahkan pemuka agama, bahwa mau lari kemanapun tidak bisa dikejar karena sudah takdir. Suatu ketika Metro TV mengadakan wawancara kepada salah satu pemirsa TV tersebut mengenai kejadian-kejadian bencana ini. Menurut pendapat anda dengan bencana dan kecelakaan yang terjadi terus menerus terjadi di Indonesia belakangan ini apa penyebabnya? Dengan santai dan lugas menjawab; iya… namanya sudah di “Takdir”kan mau bagaimana lagi, mau sebaik apapun yang kita lakuakan toh akan terjadi juga.
Tidak sedikit yang berpendapat demikian: “mau sebaik apapun toh akan terjadi, karena udah takdir”. Ini menbuat saya jadi mengangguk-anggukan kepala sambil berkata; “pantas di Negara Kita Indonesia sistemnya kagak benar, baik system keselamatan, system penangganan bencana, dan semua system yang berhubungan dengan harkat hidup orang banyak. Karena sikap mental sudah ada, bahwa tidak usah baik benar kita atur, kalau sudah takdir kita bisa apa. Jadinya mengingatkan saya pada lagu Desy Ratnasari: “takdir memang kejam…”
Sungguh suatu sikap mental yang picik dan bodoh, dimana melemparkan tanggung jawab kepada sesuatu yang tidak mungkin ditangih tanggung jawabnya. Bagaimana tidak? Apa-apa pastilah karena takdir, bahkan orang bercerai pun dianggap adalah takdir, tidak ada yang salah karena sudah digariskan.
Dari kaca mata awam saya sebagai orang yang sedikit mengerti tentang Ke”Allah”an, ini adalah suatu tindakan yang tidak langsung telah menghina Allah. Allah adalah sumber semua kesalahan, apa-apa adalah karena Allah. Secara prinsip adalah ingin mengambarkan kemaha kuasaan Allah, namun apakah kemahaan harus diikuti tindakan yang bisa saya katakana tidak beradab.
Masih bagus dikatakan kalau yang hasilnya baik adalah takdir, dan yang jelek bukan takdir. Tapi ini tidak demikian, semuanya baik maupun tidak baik (bencana) adalah takdir. Analogi yang sederhana adalah kalau saya ambil pisau dapur dan membunuh orang yang saya temui, maka secara gamblang orang akan merangkai cerita orang yang meninggal dan akhirnya akan mengatakan; “memang sudah takdirnya”. Waduh… saya akan dapat penghargaan besar, karena telah berhasil mewujudkan takdir Allah, tanpa saya, Allah pasti gagal. Dan saya akan dapat penghargaan di surga, serta kalau perlu Negara memberikan penghargaan.
Tapi kenyataannya adalah tidak, yang satu sisi dikatakan takdir dan sisi lain mengatakan biadab dan harus dihukum mati. Ini dua pendapat yang kontradiktif yang masih ada dalam pikiran manusia.
Maka sesungguhnya yang ingin saya katakan adalah bahwa manusia ingin melepas tanggung jawab pada apa yang dia perbuat dengan bertamengkan sesuatu yang tidak bisa diintograsi atau di Tanya, yaitu Allah.
Maka marilah kita; menyeleksi diri sendiri apa yang telah kita lakukan salah, bertobatlah, mintalah ampun dengan mengampuni orang lain, bersyukurlah dengan apa yang kita miliki, bersosialisasilah dengan cinta kasih.
Sehingga kita tidak terjebak dalam induksi pikiran yang makin memperburuk hubungan mesra kita dengan Allah
Mari kita Renungkan.
Comments are closed.