BERSYUKUR
Oleh: Satria Sukma Bhuwana
Hallo para kadhang, senang bisa berjumpa kembali walaupun hanya dalam sebentuk tulisan. Semoga bisa menjadi bahan diskusi yang membangun spiritualitas kita. Tulisan ini terinspirasi dari sebuah peristiwa dimana saya tiba-tiba teringat akan salah satu guyonan Warkop DKI yang waktu kecil dulu pernah saya dengar lewat kaset lawak mereka.
Barangkali para kadhang ada yang masih ingat lawakan alm. Dono berikut ini: “Sifat orang Jawa itu selalu merasa beruntung! Kalau kaki kena lempar batu, orang Jawa akan bilang: wah untung nggak kena tulang kering, kalau kena tulang kering, orang Jawa akan bilang: wah untung nggak kena paha.Kalau kena paha, untung gak kena dada. Kalau kena dada, untung gak kena kepala. Kalau kena kepala, untung gak kena mata. Kalau kena mata, untung gak dua-duanya. Kalau kena dua-duanya, untung gak mati”.
Saya ingat saat itu bisa tertawa lebar mendengar celotehan Warkop DKI itu, karena dulu memang terasa lucu sekali. Nah, saat merenungkan lelucon itu tiba-tiba saya seperti mendapat pencerahan, bahwa sebenarnya dibalik lelucon yang ditampilkan itu tersimpan pesan moral Jawa yang luarbiasa luhur! Mari kita bahas bersama pada kesempatan kali ini ya?
Jika kita perhatikan, rupanya dari dulu para leluhur Jawa sudah tahu bahwa dalam situasi apapun baik itu suka maupun duka, bahkan dalam situasi yang paling burukpun, kita harus tetap mengucap syukur. Namun demikian tentu akan banyak yang mempertanyakan: “Gila apa!!? Wong lagi kena musibah kok disuruh bersyukur! Bego banget sih! Wajar dong pada saat seperti itu orang mengumpat atau terucap kalimat sumpah serapah?”
Ketika seseorang mengucapkan “aduhh untung gak kena mata!” ia sebenarnya mengucap syukur, minimal ia merasa dalam posisi yang tidak merugi (sekalipun ia sedang merugi). Ingatlah bahwa apapun yang kita pikirkan sepenuh hati (maksudnya pikiran perkataan and perbuatan ‘menyuarakan’ hal yang sama) tentang keadaan kita, maka sebenarnya kita mengundang keadaan itu kepada diri kita untuk kita alami (experience). Bersyukur itu sifatnya mengundang energi positif sedangkan kemarahan, mengumpat, berkeluh-kesah, sumpah serapah itu mengundang energi negatif. Ada orang bijak yang mengatakan: sering-seringlah bersyukur, karena dengan demikian Tuhan yang akan mengirimkan lebih banyak hal-hal yang bisa membuat anda bersyukur lebih banyak lagi. Bahkan buku The Secret juga menuliskan bahwa sebenarnya ilmu hidup ini tak lain adalah ilmu bagaimana untuk bersyukur.
Mengucap syukur pada saat kita berada dalam posisi diuntungkan sudah lumrah dilakukan setiap orang. Tetapi bukankah kehidupan ini ibarat roda: ada kalanya kita diatas & ada kalanya kita berada dibawah. Ada kalanya kita untung, terkadang kita juga rugi. Apakah dengan demikian lantas kita sah-sah saja jika terkadang bersyukur, & terkadang mengumpat?
Jawaban yang bijak untuk pertanyaan ini adalah : Apapun keadaan yang kita alami, baik suka maupun duka, bahkan dalam situasi yang paling buruk pun pikiran perkataan dan perbuatan kita harus selaras dalam menyuarakan ‘syukur’.
Mengapa??
Ini jawabnya: Orang Amerika mengatakan : What goes around comes around. Orang jawa bilang : Ngunduh waing panggawe. Alkitab berkata : barang siapa menebar angin, akan menuai badai. Barang siapa menggali lubang, akan terperosok sendiri kedalamnya. Orang juga mengenal adanya Karma baik-Karma buruk. Kita tahu bahwa Karma sesungguhnya adalah sebuah proses sebab-akibat. Jadi rupanya alam semesta ini memang menjalankan hukum sebab akibat dan tidak akan pernah meleset. Jika kita mengeluarkan energi positif, maka akan kembali kepada kita energi positif 7x lipat. Demikian pula sebaliknya!! Oleh karena itu, setelah kita tahu bahwa kita akan selalu menuai apa yang kita tanam, untuk apa kita menanam sesuatu yang negatif?? Kalau di TV ada iklan apapun makanannya, minumnya The botol Sosro, maka disini saya mau menyatakan: Apapun situasi yang kita alami, suarakanlah kata syukur dari hati yang terdalam.
Mengenai bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari saya serahkan kepada kreatifitas kadhang masing-masing karena disinilah seninya bagaimana merubah energi negatif yang menimpa kita tersublimasi menjadi energi positif. Contoh sehari-hari:
– Cat bodi mobil kebaret : ketika mata kita membelalak melihatnya segera alihkan menjadi : Ah nggakpapa, untung ada asuransinya.
– Ketika sepatu kita hilang dicuri orang : pada saat kita hendak mengumpat segara alihkan menjadi : Ah mungkin orang itu sedang butuh, untung sebentar lagi aku dapat uang tunjangan hari raya, nanti beli lagi ahh…
Satu hal lagi: Ki Gendeng Pamungkas dalam salah satu acara Talkshow di TV pernah ditanya; kira-kira manusia seperti apakah yang tidak bisa di santet? Apakah orang yang soleh? Orang yang rajin baca kitab suci? Orang yang rajin berdoa?….Ternyata jawaban Ki Gendeng cukup mencengangkan; yang tidak bisa ia santet adalah: orang yang selalu tersenyum…!!
Siapakah kira-kira yang ia maksud dengan orang yang selalu tersenyum? Apakah orang yang kaya raya? Apakah professional seperti Insinyur, Lawyer, Dokter, maupun Professor? Kita semua tahu mereka tidak senantiasa tersenyum dan sebenarnya hidup mereka penuh dengan permasalahan yang bisa membuat mereka tidak sering-sering amat tersenyum. Lalu siapa itu orang yang selalu tersenyum? Yaitu mereka yang tahu untuk selalu bersyukur dalam situasi apapun, yang senantiasa merasa berada dalam posisi untung, yang kreatif dalam merubah energi negatif apapun menjadi energi positif. Santet adalah energi yang sangat negatif, ketika ditujukan kepada orang yang senantiasa memancarkan energi positif, maka santet itu akan segera ternetralisir, jadi ya…mana bisa kena? Hehehe…….. jadi bagaimana saudara-saudara? Yuk mulai belajar untuk mensyukuri kehidupan ini. Terimakasih untuk perhatiannya.
Salam Sejahtera,