Kembali Menjadi GANTHARWA / KEJAWEN Yang SATU
Oleh: Nata Warga
Tulisan ini saya buat merupakan hasil dari suatu ketika saya ngobrol dengan Kadang Jose, obrolan kami yang santai ini pas saya baru selesai ketemu pasien yang konsultasi, memang sudah seperti halnya seorang dokter, bahkan kadang-kadang sudah seperti dianggap sebagai dewa bagi mereka, apa yang kita katakan pasti dituruti dan bahkan bisa-bisa disembah. Padahal telah beberapa kali mengatakan kepada mereka untuk tidak mengkultuskan, memang saat mau menjadi rendah hati sulit kalau ini telah melibatkan orang yang telah merasa di Bantu dalam hidup mereka, sebanarnya ini juga bagian yang memang saya terus hindari agar tidak terjadi pengkultusan pribadi yang berakibat jatuhnya seseorang, sebab memang itulah proses seseorang akan jatuh kalau tidak hati-hati dengan apa yang disandangnya, ini adalah Goda Kemuliaan. Kalau mau dipakai untuk menjadi jahat dan menipu orang sangat gampang sekali, karena tinggal kita yang atur.
Hal ini juga menginggatkan diri saya pada sosok guru kita Kyai Ganjel, yang mana senantiasa selalu siap membantu siapapun, ini juga yang ingin saya contoh, yaitu Seperti Guru. Karena seorang murid yang baik harus menjadi seorang guru pula, murid yang baik haruslah minimal menyamai gurunya atau harus lebih dari gurunya… Tapi tentunya tidaklah untuk diproklamirkan, bahwa kita lebih dari guru, tapi ini setidaknya menunjukan sikap mental untuk senantiasa memiliki kemauan belajar yang lebih, dan merupakan cerminan untuk meningkatakan Kawruh dan Laku (Janji Lisensi).
Dan mengenai Godaan akan dunia Supranatural ini, Guru sering mengingatkan akan godaan tingkat ini, yaitu Jangan Sombong. Banyak Kadang yang jatuh karena kesombongannya masih dalam diri sendiri. Berbangga diri boleh tapi janganlah sombong. Cara yang paling sederhana untuk kita tidak sombong adalah dengan apa adanya saja, mengalir dengan apa yang kita jalani, tapi tentunya harus dengan semangat yang lebih. Pertanyaanya sekarang adalah, bagaimana kita memunculkan semangat itu? Kalau saya sederhana saja, yaitu mencontoh Guru, yaitu senantiasa tersenyum seperti guru dalam situasi dan kondisi apapun, apalagi kita melihat guru yang kalau tersenyum dan tertawa ompong giginya, yang bisa kita maknai bahwa kita harus menjadi kanak-kanak kalau mau bersemangat dan selalu antusias. Dimana kanak-kanak senantiasa selalu ceria tanpa curiga.
Namun ada kalanya kita tidak mau bersikap seperti kanak-kanak karena banyak ikatan-ikatan yang dirasa berat, sebenarnya kembali lagi kita harus tersenyum pada ikatan-ikatan tadi, mulailah tersenyum saat ini juga. Mari kita lihat kembali akan dunia ini di bandingkan dengan diri kita, debu pun tidak diri kita, maka sebenarnya masalah dan ikatan itu tidak ada, yang ada adalah ciptaan kita, maka tersenyumlah senantiasa. Untuk bisa memposisikan diri seperti itu, kembali lagi awalnya adalah tersenyum dulu, karena masalahnya hanya satu, yaitu Mau atau Tidak, bukan Bisa atau Tidak. Ini juga sudah pernah ditegaskan oleh guru bahwa masalah yang penting adalah KEMAUAN. Suatu kata yang singkat padat dan dalam maknanya, dan kalau kaitannya dengan Gusti Allah adalah Manusia Punya Kemauan, Gusti Allah yang memiliki Kuasa (Bisa), bukan manusia berusaha Tuhan/Gusti Allah menentukan, itu adalah pengertian yang konyol.
Memang pengertian seperti ini dalam maknanya, suatu konsep tentang hidup haruslah secara nyata dapat kita hayati secara benar. Jadi setapak demi setapak harus mengarah ke pengertian tersebut.
Sejak aku dipanggil nama sebagai Kadang Nata Warga, guru memberikan petunjuknya mengenai maknanya karena saya mendesak untuk bertanya, dan anehnya itu terjadi setelah dalam mimpi saya juga telah dijelaskan dan secara langsung saya tanyakan pada guru saat masih bersama-sama, apa maknanya ini. Tentu ini tidak ada hubungannya apakah pengertian saya tinggi atau rendah, tapi Nata Warga ingin selalu senantiasa untuk mengajak para Kadang untuk kesana (Ke Pengertian Lebih Tinggi) dan kembali pulang ke rumah keluarga Gantharwa yaitu satu pengertian/kawruh.
Guru menjelaskan Nata artinya mengatur, menata, tatanan, dan Warga adalah keluarga (KeluWARGA), terutama keluarga Gantharwa, Keluarga Nusantara/Negara. Jadi maknanya adalah menata kembali apa yang telah ada, agar rapi lagi, dan yang ditata adalah Keluarga Gantharwa dan juga Nusantara. Namun dalam hal ini tentunya ada saja pergesekan yang terjadi di sesama kadang yang menganggap saya sok mengatur dan sok memberikan petunjuk. Secara pribadi saya sih, membiarkan dan masa bodoh dengan pendapat semacam itu, yang terpenting bagi saya adalah aku dipanggil namanya begitu dan aku terus berproses kesana, melakukannya, dalam merawat tanaman, soal berbuah bukan tanggung jawab saya, namun selama merawat tanaman atau menjalankan peran saya, akan saya berikan semua kemampuan saya untuk tatanan yang benar sesuai treknya dalam Gantharwa.
Seiring dengan itulah maka saya dituntun setahap demi setahap untuk lebih mengerti. Itulah proses yang memang harus dilewati oleh setiap manusia, yaitu setahap demi setahap melewati setiap tuntunan, karena tidak mungkin dari awal punya iman yg sekali tutup mata langsung jadi, dengan kita melewati setiap proses maka kita lebih bisa menilai makna sesungguhnya. Akan tetapi punya iman yang sekali tutup mata langsung jadi bukanlah merupakan tujuan, itu yang harus kita ingat. Mengenai hal semacam ini juga sering diungkapkan guru dengan cara menasehati kita, agar jangan melihat suatu hasil sebagai tujuan utama, bahkan lisensi/paten pun bukan tujuan, dan kadang-kadang nasehat Guru ini sering membuat kita bingung, tujuan dari nasehatnya adalah supaya bisa diajak merenung, berpikir keras, lalu diajak untuk lebih mengerti, berapapun lamanya, itu tetaplah proses.
Bagi yang dulu sering dapat dinasehati dan berbicara langsung dengan Guru adalah sangat beruntung, karena banyak diantara Para Kadang yang tidak punya kesempatan itu. Bukan lantaran Guru tidak memberikan kesempatan, tapi banyak sekali Para Kadang, ada yang tidak mengerti, lalu langsung meninggalkan, ada yang tidak mengerti sampai sekarang tetap tidak mengerti akkhirnya meninggalkan, ada yang tadinya tidak mengerti setelah mengerti malah mundur karena tidak mau terbebani dan takut, namun ada yang tidak mengerti tapi tetap setia sampai sekarang. Maka tidaklah heran kalau banyak juga para kadang yang merasa tidak semisi lagi meninggalkan Gantharwa, dan menurut saya, keadaan mereka sekarang ini tidaklah lebih baik dalam arti yang sangat dalam, memang sangat disayangkan. Apalagi pada saat Raja sudah tidak ada, maka semua komandan dan pengikut kelabakan, tapi memang begitulah kenyataannya, maka kenapa aku dipanggil Nata Warga, adalah untuk menata kembali keluarga menjadi utuh. Namun jangan salah artikan bahwa saya adalah rajanya/penganti/pewaris, atau yang sering di kenal dengan pewaris dari Guru adalah GANJEL MUDA. Sekali lagi BUKAN Saya. Dan saya tidak pernah mengaku demikian. Pewaris Itu adalah Kadang Sinarawedi yang lain.
Kalau melihat dari secara keseluruhan, guru telah mempersiapkan secara baik segala sesuatunya, baik secara sadar maupun tidak (secara Roh), termasuk pada saat kematian Guru telah diperhitungkan. Pada saat masih suasana imlek tahun 2002, terakhir kalinya saya berbicara langsung dengan Guru saat saya berasa di Gorontalo (Sulawesi) melalui telepon. Saya ada menayakan sesuatu kepada Guru, ada pesan baru apa Guru? Beliau hanya menjawab “Saya disuruh untuk siap-siap Kembali, Mengerti Panggilan saya”. Saat itu saya langsung bertanya, guru, maknanya apa? Belum di gali, tapi ini pesan khusus untuk saya. Lalu pembicaraan hal lain. Seminggu kemudian kejadian Guru wafat.
Secara diam-diam dan dalam saya mengali beberapa tahun mengenai kejadian ini, dan ingin bertanya langsung ke Guru, tapi tidaklah kesampaian. Akhirnya saya menemukan jawaban dari pandangan hidup batiniah yang dalam.
Misi Guru didunia ini telah selesai yaitu membuat orang bangun, dan ganjelin (Namanya aja Ganjel) dengan pengertian kebenaran Sejati biar orang merenung sejenak, dalam masa-masa itulah misi guru telah selesai sudah selesai.
Ada satu kejadian penting yang mengakibatkan Guru harus wafat, lho kok bisa? Dan apa itu? Pada prinsipnya kita tahu bahwa Guru sangat menyanyangi setiap muridnya (anaknya Ganjel) bahkan sering dia dikritik anak kandungnya yang merasa bahwa guru lebih memperhatikan muridnya, mungkin kita sendiri dapat merasakan pada saat kita minta jumapa dan ketemu, guru selalu memyediakan waktu dan dengan tulus melayani yang sering kali juga menyediakan the untuk kita. Dan yang membuat saya terperanjat bukan hanya sekedar menyayangi, tapi guru juga rela berkorban untuk murid-muridnya. Cinta memang wujudnya pengorbanan, pengorbanan yang Sejati adalah Kebahagiaan, itu kira-kira prinsip guru.
Nah… ada diantara murid yang telah nyeleneh dan melakukan sesuatu yang sangat berbahaya sehingga bayarannya adalah nyawa murid itu sendiri, sebagai seorang guru sadar tidak sadar secara dalam, telah melihat masa depan si murid (beberapa) masih cerah dan DIHARAPKAN suatu saat bisa kembali ke Gantharwa (menjadi Benar), maka Guru serta Kadang Poernomo korbankan nyawa mereka berdua demi murid-murid yang nyeleneh tadi, dengan pertimbangan tadi, toh… misi sudah selesai, dan segala sesuatu untuk Gantharwa sudah disiapkan.
Walaupun Guru-guru kita bisa aja tidak mau, namun berdasarkan keyakinan kita, Guru begitu sayang sama murid-muridnya, padahal guru bisa pensiun dan menikmati hidup dengan keluarganya. tapi itulah guru, tidak ingin terlena dengan ketidak disiplinan fisik dia. Secara manusiawi kita akan katakan bahwa bodoh dan kok mau-maunya, namun kita tidak bisa hanya sekedar menilai dari pandangan mata saja, sama halnya banyak Nabi, Kadang Sinarawedi, Kiai-Nyai, juga pernah melakukan hal yang sama, mungkin suatu saat kita akan dituntut demikian pula. “Bukankah cinta yang terbesar adalah mengorbankan nyawannya demi sahabat-sahatnya!” Satu keyakinan Guru yaitu pengorbanan adalah mengorbankan sesuatu yang baik untuk hal yang hasilnya lebih baik. Kita mustinya bangga akan tindakan Guru, bukan malah mikir yang tidak-tidak yang memboroskan energi dan waktu kita.
Siapa murid-murid yang nyeleneh itu? Mereka adalah murid yang tidak setia dengan Gantharwa secara formal (secara dalam masih mau Gantharwa tapi secara depan menginkari), dan bermain-main membahayakan dirinya serta orang disekitarnya termasuk keluarga mereka.
Mungkin masih ingat apa yang pernah dikatakan oleh Guru, musuh terebesar Gantharwa adalah orang-orang di Gantharwa sendiri.. ibarat musuh terbesar diri adalah diri sendiri… hal ini disebabkan karena satu guru satu ilmu sulit mengalahkan, yang terjadi PADAJAYA dan Akhirnya MONGGOBOTONGO.
Banyak Kadang yang masih setia, dan saat ini begitu kangen dan ingin berjumpah serta ngobrol dengan Guru, ya ….. setidaknya diberi mimpi kalau tidak bisa ketemu dalam penglihatan. Secara misteri memang Guru untuk sementara tidak dapat ditemui, itu bagian Misteri Allah, kalaupun bertemu maka hanya akan bertemu secara personifikasinya atau pancaran atau pengambaran Guru, bukan asli Pribadi SejatiNya. Seperti halnya kalau menceritakan tentang kebaikan Guru kepada orang lain, itu artinya orang yang denger itu telah ketemu guru secara personifikasi.
Kalau saya sih gampang saja… kalau Guru tidak datang pada kita untuk menemui kita, biar kita yang datang aja ke dia untuk ketemu, masalahnya adalah kalau kita mau lakukan haruslah ada pada tingkatan kedisiplinan roh, untuk saat ini saya sendiri belum sampai sana, tapi sepertinya saya akan mencapai titik itu (kembali lagi itu bukan tujuan), maka saya mau ajak semua Kadang untuk menuju kesana pula.
Kalau kita terus bingung kenapa kita tidak bisa ketemu Guru, jawaban secara manusiawi adalah, mungkin kita dulu sudah terlalu dimanja, gampang ketemu tapi malas mau belajar darinya, jadi biar sekarang kita sungguh -sungguh mau ketemu dan pada saat ketemu kita tidak menyia-nyiakan kesempatan belajar darinya.
Disini juga saya ingin tegaskan bahwa kalau tingkat pengertian/Kawruh kita tidak terus ditingkatkan maka kita akhirnya sering tersesatkan dengan halusinasi dan mengada-ngada.
Yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya kita mengajak para kadang utk kembali, kita tidak perlu harus merasa merasa sedíh, karena itu tidak akan membuat mereka kembali, hal yang penting pesan dari Guru adalah “Hendaklah Kalian (Kadang Sendiri) saling mendoakan satu sama lainnya”. Iya… betul, caranya dengan doa… Dan kita sudah mengerti pengertian tentang doa. Mari kita mendoakan diantara kita. Supaya kita semua kembali menjadi Jawa.Kejawen yang SATU
Salam Ganjel
Comments are closed.