Pesan Kiai Ganjel Untuk Para Kadhang Sinarawedi
“Lir-ilir, lir ilir tandure wis sumilir,
Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar,
Cah angon, cah angon penekno blimbing kuwi,
Lunyu-lunyu peneken kanggo masuh dodotira,
Dodotiro, dorotiro kumitir bedhah ing pinggir
Domana jlumatana kanggo seba mengko sore,
mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane.
Do….. suraka…. surak… hore!“
Hari ketiga setelah wafatnya Kiai Ganjel, seorang bapak mendapatkan mimpi bertemu dengan Kyai Ganjel dan Kadhang Purnomo (Bapak Bagyo). Kedua orang ini mengunakan pakaian pengantin lengkap. Kedua berjalan ke sebuah pendopo yang sangat terang dan diiringi banyak orang. Namun hanya kedua orang itu saja yang masuk dalam pendopo. Saat itu Kyai Ganjel meminta agar di tembangkan sebuah lagu: „Lir-Ilir“. Ternyata tembang ini merupakan pesan Kyai Ganjel kepada Para Kadhang Sinarawedi Gantharwa.
“Lir-ilir, lir ilir tandure wis sumilir,
Itu menggambarkan jiwa manusia yang telah bangun, maksudnya telah sadar adanya Gusti.
Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar,
Kesadaran terhadap adanya Gusti tadi disertai rasa cinta kasih serta rasa asyik, seperti halnya rasanya pengantin baru.
Cah angon, cah angon penekno blimbing kuwi, Lunyu-lunyu peneken kanggo masuh dodotira,
Blimbing itu mengandung asam, dapat dipakai sebagai sabun untuk mencuci pakaian. Dodot (kain panjang) adalah salah satu jenis pakaian Jawa yang disini melambangkan hati. Blimbing yang sulit mengambilnya karena licin, itu diharuskan kepada para umat (cah angon) untuk dapat memperolehnya. Maksudnya menyucikan hati itu wajib bagi kita semua. Hati yang suci itu tercapai kalau kita memiliki watak utama. Watak utama itu ada lima:
1. Watak Ihklas,
2. Watak Taqwa (dapat menerima kenyataan sebagaimana apa adanya)
3. Watak “temen” atau Jujur, yaitu satu keyakinan, kata-kata dan perbuatan,
4. Watak Sabar, dan
5. Watak Budi Pekerti yang Luhur.
Menggalang watak lima perkara memang tidak mudah, itu makna “lunyu-lunyu peneken”
Dodotiro, dorotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dodot/pakaianmu sobek pinggirnya, maksudnya keimanan sudah tidak utuh lagi
Domana jlumatana kanggo seba mengko sore,
keimanan yang tidak utuh lagi harus dipulihkan keutuhannya, keimanan kepada Gusti harus bulat, tidak boleh ada retak atau kurangnya lagi. Iman yang utuh/bulat sangat penting, karena kesucian hati belum cukup menjamin kita dapat menghadap Gusti (makna: kanggo seba). Mengko sore mengandung makna bahwa waktu untuk menghadap Gusti sudah dekat, bak sore hari menjelang malam.
mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane.
Mengandung makna bahwa kita diingatkan agar segera menyiapkan diri dengan baik, selagi muda, masih kuat, segeralah merasuk/memakai pakaian kesucian dan menggalang keimanan yang benar, jangan membuang-buang waktu, sebab panggilan Gusti itu tidak antre umur. Sewaktu-waktu kita dapat dipanggil Sang Maha Kuasa.
Do….. suraka…. surak… hore!“
Mengambarkan rasa bahagia serta rasa syukur kepada Gusti, bahwa kita dapat memakai pakaian kesucian yang merupakan bekal kita dapat masuk dan kembali ke rumah Gusti.