HANACARAKA
Sumber: Perpustakaan Gantharwa

Aksara Jawa Ha-na-ca-ra- ka
Dan Ketakutan Orang Jawa Akan Disharmoni, akibat salah komunikasi

ha na ca ra ka
Dikisahkanlah tentang dua orang abdi yang setia

da ta sa wa la
Keduanya terlibat perselisihan dan akhirnya berkelahi

pa da ja ya nya
Mereka sama-sama kuat dan tangguh

ma ga ba tha nga
Akhirnya kedua abdi itu pun tewas bersama

Aksara Jawa ha-na-ca-ra- ka mewakili spiritualitas orang Jawa yang terdalam: yaitu kerinduannya akan harmoni dan ketakutannya akan segala sesuatu yang dapat memecah-belah harmoni. Konon aksara Jawa ini diciptakan oleh Ajisaka untuk mengenang kedua abdinya yang setia.

Dikisahkan Ajisaka hendak pergi mengembara, dan ia berpesan pada seorang abdinya yang setia agar menjaga keris pusakanya dan mewanti-wanti: janganlah memberikan keris itu pada orang lain, kecuali dirinya sendiri: Ajisaka. Setelah sekian lama mengembara, di negeri perantauan, Ajisaka teringat akan pusaka yang ia tinggalkan di tanah kelahirannya. Maka ia pun mengutus seorang abdinya yang lain, yang juga setia, agar dia pulang dan mengambil keris pusaka itu di tanah leluhur. Kepada abdi yang setia ini dia mewanti-wanti: jangan sekali-kali kembali ke hadapannya kecuali membawa keris pusakanya.

Ironisnya, kedua abdi yang sama-sama setia dan militan itu, akhirnya harus berkelahi dan tewas bersama: hanya karena tidak ada dialog di antara mereka. Bukankah sebenarnya keduanya mengemban misi yang sama: yaitu memegang teguh amanat junjungannya? Dan lebih ironis lagi, kisah tragis tentang dua abdi yang setia ini selalu berulang dari jaman ke jaman, bahkan dari generasi ke generasi.

Jikalau manusia ingin melangkah lebih jauh (agar tidak menjadi bangkai) maka sebaiknya dengan asumsi yang telah di tafsirkan secara berbeda yang diajarkan oleh Pakubuwono IX, Raja Kasunanan Surakarta. Tafsir tersebut adalah:
Ha-Na-Ca-Ra-Ka berarti ada ” utusan ” yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan).
Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya ( dipanggil ) ” tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Ilahi) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksdunya padha ” sama ” atau sesuai, jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu ” menang, unggul ” sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.

Makna Huruf

Ha Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci
Na Nur candra, gaib candra, warsitaning candara – pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi
Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi – arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal
Ra Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani
Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam

Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya
Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup
Sa Sifat ingsun handulu sifatullah – membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan
Wa Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas
La Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi

Pa Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah
Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar
Ja Jumbuhing kawula lan Gusti – Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya
Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas titah/kodrat Illahi
Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan

Ma Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin/mantap dalam menyembah Ilahi
Ga Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani
Ba Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alam
Tha Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan
Nga Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi manusia.

MANUSIA ADALAH UTUSAN, MAKA MENJALANI PANGGILAN SEBAGAI UTUSAN ADALAH SIKAP YANG TEPAT DI HADAPAN SANGHYANG.

HaNaCaRaKa

Comments are closed.