Kedisiplinan Fisik Mencerminkan Kedisiplinan Roh
Oleh: Nata Warga
Suatu saat saya bermeditasi dengan gaya tidur, karena gaya Sidartha Gautama mencapai pencerahan tertinggi ada satu gaya meditasi sambil berbaring. Eh.. tahunya malah di tegur Sang Guru.
“Kamu akan melihat bahwa orang akan melakukan tindakan yang bodoh untuk melakukan sesuatu hal untuk mencapai sesuatu yang bodoh juga” tiba-tiba perasaan saya mengatakan demikian. Tindakan bodoh apa sih, kok kayaknya banyak aturannya kalau mau capai sesuatu.
Apakah meditasi wajib dilakukan dengan gaya tertentu? Menyangkut pertanyaan gaya meditasi. Jawabanya ternyata sangat sederhana, “apa yang ingin kita capai di meditasi?” suatu pertanyaan yang akan dijawab dengan pertanyaan pula.
Terlalu membingungkan jadinya, punsing tujuh keliling kayak pendekar mabuk. Mau jadi baik kok susah banget gitu lho..
Kembali lagi bertanya, apa yang ingin kita capai? Kesucian, pencerahan, kesaktian, kebal, jadi pendekar mabuk yang sakti, jagoan??? Apa ya?
Okey deh.. kita ambil saja salah satu yaitu pencerahan Roh. Lalu apa maknanya pencerahan Roh. Apa maksudnya jadi putih roh kita, kayak dicuci ama ditergen super power..
Sang Guru menjawab: “kalau kamu hendak menjadi seperti Gusti Allah, ya.. gampang saja, bersatulah/manunggallah dengan Dia” jawaban yang cukup membingungkan juga. Caranya bagaimana ya? Dengan nyegirnya menjawab: “manusia adalah mahluk badania yang manusiawi, maka dia dilkuasai oleh pikiran, pikiran adalah alat yang tidak disiplin dan suka meloncat-loncat bagaikan kera, jadi kalau kamu disiplinkan fisik kamu maka Roh mu akan disiplin juga.
Wah… apa benar, bukannya Sidartha Gautama dengan santainya berbating sambil mendapatkan pencerahan?
”Janganlah melihat apa yang dilakukan orang lain, tapi lihatlah apa yang bisa kamu lakukan”, kamu punya kedisiplian fisik, demikian orang lain punya kedisiplinan fisik juga. Kalau mau bicara Sidartha Gautama, apakah kamu sudah mencontoh apa yang telah dilalui oleh Sidartha Gautama. Janganlah kamu melihat orang ke airport lantas langsung naik pesawat, lalu anda ikut demikian, bisa-bisa anda disangka teroris dan dipenjara. Karena untuk naik pesawat ada hal yang harus dipenuhi, anda musti booking tiket, punya uang untuk beli tiket, lalu bisa baik pesawat.” jelas sang guru.
Ini membuat kita untuk melihat kelakukan orang-orang dalam melakukan kegiatan sembayangnya, orang muslim disiplin wuduh dan teratur dengan sholatnya, orang hindu teratur dalam hidup mereka, orang kristen ke gereja mengikuti tatanan upacara. Tapi sering sekali kita menvonis seseorang jika tingkahnya tidak sesuai dengan aturan yang ada, bahwa dia tidak disiplin, mungkin dia telah mencapai sesuatu.
Maka disiplin adalah dari tatanan yang harus telah kita lewati atau belum. Ibaratnya jangan bermimpi jadi superman kalau kamu bukan dari planet kripton, karena kalau belum melewati tatanan evolusi yang panjang (barangkali).
Tahapan adalah bagian dari anak tangga kecil untuk mencapai anak tangga yang lebih tinggi. Sudah biasa kita melihat hal yang enak dan menarik sehingga kita tidak lagi menyadari betapa hal bagian dari tahapan tidak perlu lagi dilewati mau main loncat saja.
Barangkali kita mungkin akan menyadari bahwa Yesus yang di injil tidak melewati tahapan dari penciptaan air menjadi anggur. Tapi pertanyaannya adalah apakah kita sudah melewati apa yang telah Yesus lewati.
Barang kali leluconnya adalah kita bisa rubah air menjadi anggur adalah airnya kita buat kemasan dan kita jual lalu uangnya kita belikan anggur, ini mungkin tahapan yang konyol dan setiap orang bisa melakukannya, dan hal yang luar biasa kita bisa menyamai Yesus.
Memang banyak orang tidak bisa disiplin, kalau bisa disiplin kagak bakalan ada dosa. Negara kagak ada yang kacau.
Disiplin oh disiplin…